Selasa, 13 Oktober 2009

Indonesian Economic System

Indonesian Economic System
Prepared by :
Vivi Daryati (2007110901)Marketing 11-1c




Latar Belakang
Pada pertengahan tahun 2008,Dunia diguncangkan oleh krisis ekonomi global.Krisis ekonomi ini tidak hanya dirasakan oleh Negara-negara miskin dan berkembang saja,melainkan negara sebesar Amerikat Serikat yang disebut sebagai negara Adidaya yang sangat maju pun terkena dampaknya.Banyak industri mereka (Amerika Serikat) yang terpaksa harus gulung tikar.
Di Indonesia hal ini berdampak ke dalam sektor perdagangan luar negeri Indonesia,yaitu di tunjukkan dengan nilai ekspor dan import Indonesia ke negara lain yang semakin turun di bandingkan beberapa tahun sebelumnya.Hal ini tentnya sangat mempengaruhi industry di Indonesia.Angka pemutusan hubungan kerja di Indonesia semakin meningkat yang disebabkan oleh perusahaan-perusahaan yang pailit akibat terkena dampak krisis ekonomi global.
Dengan melemahnya sector perdagangan luar negeri Indonesia,bila di biarkan terus menerus akan berdampak sangat buruk sekali di dalam perekonomian Indonesia,karena perekonimian suatu negara berhubungan dan dipengaruhi oleh perekonomian negara lain.Hal ini meliputi ekspor dan imort dalam hal barang maupun jasa yang tentunya sangat mempengaruhi perekonomian Indonesia.
Krisis global ini juga berdampak dalam hal inestasi,karena apabila pihak-pihak yang berinvestasi di dalam negeri Indonesia terkena dampak krisis global ini,maka ia tidak akan sanggup lagi untuk berinvestasi dan imbasnya akan terjadi pada para karyawannya yang akan terkena pemutusan hubungan kerja.Indonesia juga akan kesulitan untuk menarik investor-investor yang ingin berinvestasi di Indonesia karena para investor pasti lebih mengutamakan untuk menyehatkan kondisi perusahaannya dari pada berinvestasi di negara lain.
Selain itu nilai minyak mintah dunia yang tadinya melambung tinggi sekali,pada saat ini langsung turun drastis ,begitu juga halnya dengan minyak mentah Indonesia.Nilai minyak mentah Indonesia di dalam pasar dunia semakin turun dari hari ke hari.Pada hal di dalam sektor perdagangan minyak mentah,Indonesia yang dulu termasuk ke dalam anggota OPEC,sangat mengandalkan dalam sektor perdagangan minyak mentah.

Dengan melihat berbagai aspek di atas maka akan tibul beberapa permasalahan yang di timbulkan oleh krisis ekonomi global terhadap perekonomian Indonesia.Indonesia harus membuat kebijakan-kebijakan didalam bidang ekonomi untuk dapat keluar agar setidaknya tidak berdampak sangat buruk terhadap perekonomian Indonesia.
Pasca krisis moneter tahun 1999,perekonomian Indonesia sangat terpuruk.Harga-harga bahan pokok melambung,pengangguran dimana-mana,kejahatan merajalela dan terjadinya huru-hara yang banyak menyesangrakan rakyat.Tentunya kita tidak mau hal ini terjadi untuk kedua kalinya.Maka pemerintah harus tanggap dan memberikan kebijakan yang tepat terhadap penanggulangan krisis ekonomi ini.
Masalah
Perekonomian suatu negara berhubungan dengan dan dipengaruhi oleh perekonomian Negara lain. Hubungan ini meliputi transaksi ekonomi berupa perdagangan barang-barang, jasa-jasa dan sumber-sumber serta transaksi investasi penanaman modal dan transaksi finansial utang-piutang.
Perekonomian Internasional tersebut mempelajari 4 aspek,antara lain sebagai berikut :
I. Perdagangan Internasional
II. Kebijakan Perdagangan Internasional
III. Nilai Valuta Asing
IV. Neraca Pembayaran
Hal ini yang akan mempengaruhi perdagangan Internasional,dengan adanya krisis global maka sedikit banyak akan mempengaruhi aspek-aspek ini.Kita ambil contoh aspek nilai valuta asing dalam perdagangan Internasional yang biasanya dipakai sebagai nilai tukar yaitu mata uang dollar Amerika.Karena dengan krisis ini maka nilai dollar Amerika akan melambung yang mengakibatkan melambungnya harga-harga biaya produksi dan biaya perdagangan dalam perdagangan Internasional itu sendiri.Dengan begitu pastinya akan berdampak kepada produksi dan nilai ekspor-import suatu negara,

Semakin mahal harga dollar Amerika maka semakin menurun ekspor-import negara Indonesia dan berdampak kepada perusahaan-perusahaan dan para karyawan.Inilah yang harus ditemukan pemecahan permasalahan oleh pemerintah Indonesia agar masyarakat Indonesia tidak merasa dirugikan terus menerus.Jika ini tidak terselesaikan,maka akan semakin banyak pula peningkatan kemiskinan di Indonesia akibat krisis perekonomian tersebut.













Description
Setelah sempat mengguncang pasar modal dan valas Indonesia,agaknya krisis keuangan global kini mulai berdampak pada sektor perdagangan luar negeri Indonesia.Hal ini di tunjukkan dengan data yang ada di Bank Pusat Statistik (BPS) pada awal maret 2009 yang menujukkan adanya penurunan ekspor import.
Nilai ekspor Indonesia Januari 2009 mencapai USD 7,15 miliar, turun 17,70 persen dibanding Desember 2008. Sementara jika dibanding Januari 2008 juga mengalami penurunan sebesar 36,08 persen. Nilai ekspor nonmigas pada Januari 2009 mencapai USD 6,21 miliar, turun 16,67 persen dibandingkan dengan Desember 2008, atau turun 30,64 persen dibandingkan dengan Januari 2008.
Menurut sektor, ekspor hasil pertanian periode Januari 2009 turun 8,24 persen, ekspor hasil industri turun 35,52 persen, ekspor tambang dan lainnya juga turun 1,24 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2008.
Nilai impor Indonesia Januari 2009 mencapai USD 6,34 miliar, turun 17,63 persen dibanding Desember 2008. Jika dibandingkan dengan Januari 2008, nilainya turun sebesar USD 3,27 miliar (33,99 persen
Ada beberapa faktor yang menyebabkan turunnya nilai ekspor pada Januari 2009. Pertama, nilai ekspor migas Indonesia turun 23,85 persen. Nilai ekspor migas pada Desember 2008 mencapai USD 1,243 miliar, sedangkan pada Januari 2009 hanya USD 947,1 juta. Turunnya ekspor migas Indonesia dipicu oleh penurunan ekspor minyak mentah sebesar 18,05 persen, ekspor hasil minyak turun sebesar 26,31 persen, dan ekspor gas turun sebesar 27,32 persen.
Data perdagangan juga menunjukkan bahwa harga minyak mentah Indonesia di pasar dunia naik dari USD 38,45 per barel pada Desember 2008 menjadi USD 41,89 per barel pada Januari 2009. Dengan kata lain, menurunnya nilai ekspor minyak dan hasil minyak, lebih disebabkan menurunnya produksi, bukan karena faktor harga. Faktor kedua, adalah anjloknya nilai ekspor nonmigas Indonesia sebesar 16,67 persen. Nilai ekspor nonmigas Indonesia pada Desember 2008 sebesar USD 7,448 miliar merosot menjadi USD 6,206 miliar pada Januari 2009. Jika dilihat dari jenis komoditi, proporsi terbesar penurunan ini disumbangkan oleh kelompok barang bahan bakar mineral, yaitu 15,45 persen. Selanjutnya diikuti oleh mesin/peralatan listrik sebesar 13,58 persen, mesin-mesin/pesawat mekanik sebesar 7,09 persen, karet dan barang dari karet sebesar 6,14 persen, serta lemak dan minyak hewan/nabati sebesar 5,52 persen. Namun berdasarkan kondisi perdagangan yang terjadi selama Januari 2009, perdaganagn luar negeri Indonesia masih surplus sebesar USD 810 juta. Melemahnya kinerja perdangan luar negeri Indonesia dapat dilihat dari berbagai indikator. Dilihat dari negara tujuan ekspor, penurunan terbesar permintaan barang ekspor nonmigas Indonesia berasal dari penurunan permintaan dari Jepang sebesar 17,66 persen. Diikuti penurunan permintaan dari Taiwan sebesar 11 persen, Amerika Serikat (AS) 10,85 persen, Singapura 9 persen, dan Korea Selatan 8,86 persen (BPS 2009). harga minyak mentah Indonesia di pasar dunia naik dari USD 38,45 per barel pada Desember 2008 menjadi USD 41,89 per barel pada Januari 2009. Dengan kata lain, menurunnya nilai ekspor minyak dan hasil minyak, lebih disebabkan karena menurunnya suatu barang produksi, bukan karena faktor harga. Faktor kedua, adalah anjloknya nilai ekspor nonmigas Indonesia sebesar 16,67 persen. Nilai ekspor nonmigas Indonesia pada Desember 2008 sebesar USD 7,448 miliar merosot menjadi USD 6,206 miliar pada Januari 2009. Jika dilihat dari jenis komoditi, proporsi terbesar penurunan ini disumbangkan oleh kelompok barang bahan bakar mineral, yaitu 15,45 persen. Selanjutnya diikuti oleh mesin/peralatan listrik sebesar 13,58 persen, mesin-mesin/pesawat mekanik sebesar 7,09 persen, karet dan barang dari karet sebesar 6,14 persen, serta lemak dan minyak hewan/nabati sebesar 5,52 persen. Namun berdasarkan kondisi perdagangan yang terjadi selama Januari 2009, perdagangan luar negeri Indonesia yang masih saj surplus sebesar USD 810 juta.Di akibatkan karena Melemahnya kinerja perdagangan luar negeri Indonesia dapat dilihat dari berbagai indikator. Dilihat dari negara tujuan ekspor, penurunan terbesar permintaan barang ekspor nonmigas Indonesia berasal dari penurunan permintaan dari Jepang sebesar 17,66 persen. Diikuti penurunan permintaan dari Taiwan sebesar 11 persen, Amerika Serikat (AS) 10,85 persen, Singapura 9 persen, dan Korea Selatan 8,86 persen (BPS 2009).
Data Ekspor Impor Indonesia yang dipublikasikan Departemen perdagangan juga menunjukkan penurunan pada akhir tahun 2008. Misalnya, total ekspor Indonesia turun dari USD 12.818,40 juta pada Juni 2008 menjadi USD 10.789,90 pada Oktober dan turun lagi menjadi USD 9.665,70 pada November 2008. Demikian juga dengan total impor yang turun dari USD 12.110,50 pada Juni 2008 menjadi USD 10.732,50 pada Oktober dan turun lagi menjadi 9.081,40 pada November 2008. Data yang dipublikasikan oleh Departemen Keuangan juga menunjukkan hal yang sama. Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan bahwa selama kurun waktu Januari sampai September 2008, angka ekspor dan impor relatif stabil di angka USD 11,5 miliar dan impor di angka USD 9,5 miliar. Mulai Oktober, dampak krisis global mulai terasa dampaknya pada ekspor dan impor. Pada Januari 2009, penurunan ekspor nonmigas ke Jepang turun sebesar USD 219,3 juta, Taiwan sebesar USD 137,6 juta, Amerika Serikat sebesar USD 134,7 juta, Singapura sebesar USD 112,2 juta, Korea Selatan sebesar 110,0 juta, Malaysia sebesar 74,4 juta, Thailand sebesar USD 19,4 juta, dan Australia sebesar USD 16,7 juta (Tempointeraktif.com, 27/1/2009). Penurunan perdagangan luar negeri Indonesia erat kaitannya dengan krisis ekonomi yang melanda negara-negara tujuan ekspor Indonesia. Misalnya penurunan kinerja ekonomi secara signifikat dialami Amerika Serikat, Eropa, Jepang dan Asia Timur lainnya pada kuartal I - 2009. Di Amerika Serikat, Industrial production turun dari sekitar 77 persen pada tahun 2008 menjadi sekitar 70 persen pada kuartal I-2009, dan capacity utilization turun dari sekitar 80 persen pada tahun 2008 menjadi sekitar 70 persen pada kuartal I-2009. Di Jepang, Industrial production turun dari sekitar 95 persen pada tahun 2008 menjadi sekitar 67 persen pada kuartal I-2009, dan capacity utilization turun dari sekitar 105 persen pada tahun 2008 menjadi sekitar 65 persen pada kuartal I-2009. Pertumbuhan ekspor negara-negara Asia turun dari 20 sampai 40 persen (yoy) pada semester I - 2008 menjadi minus 14 sampai minus 40 persen (yoy) pada awal 2009. Demikian juga halnya dengan pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia di penghujung tahun 2008 yang semuanya menurun, bahkan beberapa negara mengalami pertumbuhan ekonomi yang minus seperti Jepang, Singapore, Malaysia dan Thailand (www.bloomberg, 2009). Menghadapi krisis tersebut, hampir seluruh Pemerintah negara di dunia, termasuk Pemerintah Indonesia, sudah mengumumkan paket-paket stimulus ratusan miliar dolar AS untuk menggerakkan perekonomian negaranya masing-masing. Bank-bank sentral juga sudah menurunkan suku bunga acuan untuk mempermudah likuiditas bagi dunia usaha. Namun pengamat ekonomi mengingatkan bahwa stimulus mungkin bisa membantu meminimalkan dampak krisis keuangan, tapi tak berarti persoalan selesai. Masih dibutuhkan langkah-langkah selanjutnya untuk mengatasi permasalahan tersebut. Sampai saat ini, langkah-langkah yang sudah diambil Pemerintah di berbagai negara ternyata belum menunjukkan hasil yang signifikan.















Penyelesaian

Sehubungan dengan terjadinya krisis global dan turunnya kinerja perdagangan luar negeri Indonesia, Presiden SBY menegaskan bawah ekspor tetap perlu tetapi penguatan ekonomi domestik sangatlah penting terutama sebagai pengamanan di dalam negeri jika terjadi gejolak perekonomian global.Dengan kata lain, penguatan ekonomi domestik perlu dilakukan supaya perekonomian lokal tidak terlalu rentan dalam mengatasi krisis perekonomian global, seperti yang sekarang sedang dialami yaitu krisis keuangan global. Jadi intinya adalah ketika dunia mengalami krisis dan ada gonjang-ganjing, kita masih bisa hidup dengan kekuatan ekonomi domestic yang kita miliki sendiri. Selanjutnya, untuk merespon buruknya kinerja ekspor Indonesia, pemerintah melalui Departemen Perdaganagan telah mengeluarkan aturan penyempurnaan mengenai ketentuan ekspor barang yang wajib mengunakan Letter of Credit (L/C). Langkah ini dilakukan pemerintah guna meringankan kesulitan yang dihadapi eksportir kecil dan menengah dalam memenuhi persyaratan L/C. Ada tiga penyempurnaan yang dilakukan. Pertama, penerapan wajib L/C hanya untuk produk pertambangan, timah, dan CPO. Wajib L/C untuk tiga hal itu dikenakan kepada ekspor di atas USD 1 juta mulai 1 April 2009, yaitu kepada eksportir skala besar. Kedua, mengingat nilai ekspor sejumlah komoditi, seperti karet, kakao dan kopi, terus menurun, maka instansi terkait melakukan evaluasi dan persiapan langkah-langkah untuk penerapan wajib L/C dengan penangguhan kewajiban dimaksud sampai 31 Agustus 2009. Ketiga, agar tujuan utama dari pengaturan ini tetap tercapai, yaitu kelancaran arus devisa dari ekspor, maka wajib lapor tetap akan diterapkan untuk semua komoditi yang diatur.


Kamar Dagang Indonesia (Kadin) juga telah menyiapkan dua langkah antisipasi terhadap lesunya pasar ekspor 2009 sebagai dampak krisis global.Langkah pertama adalah memperkuat produk domestik, dan memperketat impor barang konsumsi. Sedangkan langkah kedua, dengan mencari pasar baru. Selain langkah-langkah yang sudah diambil oleh pemerintah, ada juga dua strategi yang dapat diterapkan guna mengatasi turunnya kinerja ekspor Indonesia. Dua strategi tersebut adalah, pertama, mengembangkan sektor manufaktur yang memiliki daya saing tinggi. Kedua, restrukturisasi industri secara terencana menuju industri yang produktivitas dan nilai tambahnya tinggi.

Reference

Tidak ada komentar:

Posting Komentar